Quote:
Gelembung Ekonomi atau “Economic Bubble” dapat muncul setiap saat, tanpa didahului terjadinya ketidakpastian harga dan aksi spekulasi. Fenomena globalisasi membuat krisis ekonomi di suatu negara langsung menciptakan ancaman krisis serupa di seluruh negara di dunia. Janganlah kita mudah terlena dengan indikasi ekonomi makro yang gemilang. Namun sesungguhnya keropos di dalam. |
Quote:
|
Di dunia otomotif, dari motor hingga mobil-mobil mewah berseliweran di jalan, hingga blanko STNK pun habis tanpa stok saat mengurus perpanjangan STNK dan harus menunggu beberapa bulan ke depan, gila! ini terjadi hanya karena membludaknya pembelian otomotif di Indonesia.
Masalah macet? bukan lagi terjadi di kota besar, saat Lebaran misalnya, macet sudah seantero pulau-pulau besar di Nusantara, melalui jalan-jalan antar provinsi di tiap pulaunya.
Harga properti dan tanah juga naik gila-gilaan, kawasan elite di Menteng Jakarta misalnya, pada periode Mei 2013 tiap satu meter persegi sudah mencapai hingga Rp. 100 juta lebih.
Tapi harga setinggi itupun tetap dibeli, harga-harga perumahan, apartemen dan properti lainnya di Indonesia juga semakin naik tanpa patokan yang jelas, tapi tetap dibeli dan terbeli oleh masyarakat. Luar biasa daya beli masyarakat pada saat ini.
Masih ingat bagaimana orang-orang golongan ekonomi menengah ke atas dengan perhiasan mencolok serta gadget terbaru yang digenggamnya, masih mau dan rela mengantri di mall-mall sepanjang lebih dari 100 meter hanya untuk dapat membeli sebuah sandal merk Crocs?
Mharga rumah naik dan mahalasih ingat orang berebut mengantri panjang bagaikan ular di setiap ada peluncuran handphone keluaran terbaru dengan harga discount?
Harga sebuah sandal atau handphone yang kelewat mahal “tak masuk akal” jauh dari biaya produksi hanya ada di Indonesia, karena masyarakatnya sangat konsumtif terhadap merk-merk “kelas dunia” tertentu diatas negara-negara lainnya.
Sehingga, banyak produsen handphone dan gadget meluncurkan produk terbarunya justru di Indonesia. Selain konsumtif, Indonesia memang tak berdampak signifikan oleh krisis monetar dunia yang belum pulih hingga kini.
Indonesia merupakan salah satu market atau pasar potensial di dunia dengan jumlah penduduk 250 juta, yang nyaris semuanya memakai barang import. Berbeda dengan banyak negara lain yang penduduknya jauh lebih banyak dibanding Indonesia, namun warganya tidak begitu konsumtif apalagi terhadap suatu brand atau merk seperti warga Indonesia.
Namun janganlah justru senang, BISA JADI inilah salah satu indikator awal krisis moneter Indonesia sebentar lagi untuk ke depannya, ketika harga-harga naik tanpa patokan, ketika rakyat tetap membelinya, Economic bubble! Mirip Amerika Serikat saat terpuruk ekonominya. Kredit macet perumahan tak terkira. PREPARE! Economic bubble ahead!
Gelembung ekonomi (economic bubble), atau gelembung spekulatif, atau gelembung keuangan adalah “perdagangan dalam volume besar dengan harga yang sangat berbeda dengan nilai intrinsiknya”.
Dalam kata lain, memperdagangkan produk atau aset dengan harga yang jauh lebih tinggi atau lebih mahal daripada nilai fundamentalnya!
Walaupun beberapa ahli ekonomi menyangkal adanya gelembung ekonomi, tapi penyebab gelembung ekonomi tetap menjadi tantangan untuk diteliti bagi mereka yang yakin bahwa harga aset sangat sering menyimpang dari nilai intrinsiknya.
Meskipun ada banyak penjelasan tentang penyebab gelembung ekonomi, namun belakangan ini diketahui bahwa gelembung ekonomi dapat muncul bahkan tanpa didahului ketidakpastian, spekulasi, atau rasionalitas terbatas!
Penjelasan lain mengatakan gelembung ekonomi mungkin akhirnya disebabkan oleh proses koordinasi harga atau norma-norma sosial yang baru muncul.
Pengamatan nilai intrinsik sering sulit dilakukan dalam keadaan nyata di pasar, sehingga gelembung yang terjadi sering hanya dapat dikenali dengan pasti secara retrospektif, ketika terjadi penurunan harga secara tiba-tiba.
Keadaan anjloknya harga seperti itu sering disebut juga sebagai Keruntuhan (crash) atau “pecahnya gelembung” (boom economic).
Fase “boom economic” maupun resesi dalam suatu ekonomi gelembung adalah contoh-contoh dari mekanisme “umpan balik positif” yang membedakannya dari mekanisme “umpan balik negatif” yang menentukan harga keseimbangan dalam keadaan pasar normal.
Harga-harga dalam gelembung ekonomi dapat berfluktuasi dengan tidak menentu, dan menjadi tidak mungkin untuk memprediksinya hanya berdasarkan penawaran dan permintaan saja.
Ahli ekonomi menggunakan istilah “gelembung” untuk peningkatan harga aset secara ekstrem berdasarkan harapan kenaikan harga pada masa depan dan tanpa dukungan fundamental ekonomi dan lazimnya diikuti kenyataan yang bertolak belakang dari harapan, dan anjloknya harga-harga.
Contoh-Contoh Gelembung Ekonomi di Indonesia dan di Dunia
Sebagai contoh-contoh kecil, masih ingatkah Anda saat mewabahnya berbagai produk “dengan harga gila dan aneh” di Indonesia yang tak masuk akal beberapa tahun lalu?
Ikan Louhan, hanya karena motif berwarna gelap yang ada disisi samping badannya dan mirip tulisan sesuatu, harganya bisa mencapai milyaran rupiah. Kini tak ada lagi kabar tentang bisnis ini.
Masih ingat saat Indonesia evoria dan demam ikan Louhan? Seekor ikan Louhan bisa berharga ratusan juta hingga milyaran, hanya karena terdapat “mirip tulisan” tertentu pada corak berwarna gelap yang ada disamping badannya dan hanya dapat terlihat berupa titik-titik abstrak disamping badannya, dengan begitu harganya mencapai milyaran rupiah.
Begitu pula dengan ikan Louhan yang bentuk fisiknya cacat sejak lahir, ketidaksempurnaan bentuk tubuhnya juga dapat dihargai jutaan rupiah.
Lalu, bagaimana gilanya harga seekor tokek? Tokek yang diyakini dapat menyembuhkan AIDS, maka tokek dijual mahal, tokek merupakan binatang yang saat itu banyak dicari keberadaannya oleh sejumlah masyarakat.
Pasalnya, jenis reptil yang masuk golongan cecak besar suku Gekkonidae itu memiliki harga jual tinggi di pasaran. Harga tokek yang memiliki berat 4 ons bisa dijual lebih dari Rp 500 juta rupiah hingga milyaran rupiah.
Dengan iming-iming akan mendapatkan keuntungan besar, sejumlah masyarakat berlomba-lomba untuk berbisnis tokek. Dari tokek kecil dibeli dengan harga mahal, lalu dijual lagi dengan harga lebih mahal, begitu seterusnya, selalu dibeli oleh orang yang bukan membutuhkannya, tapi
SUMBER : http://forum.viva.co.id/ekonomi/1252716-waspada-%93economic-bubble%94-indonesia-diambang-krisis-moneter.html
0 Response to "Waspada “Economic Bubble”: Indonesia Diambang Krisis Moneter?"
Posting Komentar